Data, Harta Paling Berharga?

Jakarta - Apa Anda pernah
kehilangan ponsel? Lantas, apa
yang paling disayangkan, gadget
yang hilang atau data yang ada di
dalamnya?
Memang, jika ditanya ke para
pengguna, pasti banyak yang pro
kontra. Ada yang merasa, gadget
yang hilang lebih penting atau
sebaliknya, data adalah yang
paling berharga.
Menyoal soal keamanan data,
saat ini banyak vendor tengah
giat-giatnya mengkampanyekan
big data. Ini merupakan kondisi
dimana data yang terkumpul dan
beredar sudah semakin meraksasa.
Di sisi lain, storage untuk
menampung data tersebut sudah
tak sanggup lagi mengelolanya.
Contoh sederhananya adalah
kebiasaan check-in di situs
jejaring berbasis lokasi. Berapa
kali Anda check-in dalam sehari?
Lantas, bagaimana jika dikalikan
per bulan, per tahun, dan jutaan
pengguna lainnya?
Otomatis, penyedia jasa layanan
tersebut harus memikirkan masak-
masak bagaimana pengelolaan
datanya. Memang data itu milik
pengguna, tapi toh Anda takkan
mau jika data itu tiba-tiba
lenyap bukan? Sebab bisa-bisa
Anda bisa 'diamuk' pengguna.
"Data itu mahal dan penting," ujar
Christian Atmadjaja, Direktur
Virtus Teknologi Indonesia saat
ditemui detikINET di Novotel
Bandung.
Alhasil, penanganan data tentu
tak bisa sembarangan. Baik itu
dari segi tempat penyimpanan
serta pengelolaannya -- sebagai
bahan bisnis analisis.
Misalnya, dijabarkan Christian,
ada sebuah maskapai yang telah
terkena delay dalam salah satu
penerbangannya.
"Di saat bersamaan, maskapai ini
ingin mengetahui dan menganalisis
keluhan dari pelanggan yang
bertebaran di luar (internet,
media sosial, dan lainnya) untuk
kemudian meramu strategi untuk
meningkatkan customer
satisfaction," lanjutnya.
Nah, dari sini bisa dilihat
bagaimana data bisa diramu untuk
kemudian digunakan bagi
perencanaan strategi perusahaan
di masa depan. Tapi memang, data
eksternal (media sosial, dan
lainnya) lebih sulit dianalisis
lantaran tidak tertruktur.
Terkait tempat penyimpanannya,
meski penting, Christian
menegaskan bahwa data tak harus
ditempatkan di storage yang
mahal dan berperforma tinggi.
Namun harus sesuai kebutuhan.
"Biasanya untuk perbankan, data
itu harus disimpan selama 10
tahun. Setelah itu, apa harus
dibuang? Tidak. Tetapi tetap
disimpan sebagai arsip, dan tak
harus ditaruh di storage mahal
dengan performa tinggi," kata
Christian.
Lain halnya untuk data yang
sering diakses oleh perusahaan,
semisal data penting perbankan
dan operator telekomunikasi.
Pemilihan storage dengan performa
tinggi memang sudah jadi
kebutuhan.
"Big data is a big thing, tapi yang
penting data juga harus bisa
dicari. Data juga mahal dan harus
ditempatkan di tempat yang lebih
secure dan mudah diakses,"
Christian menandaskan.

Comments