Di Tengah Pro dan Kontra Kloning Manusia

MASSACHUSETTS - Kabar bahwa
peneliti telah menggunakan
kloning (proses menghasilkan
individu baru yang memiliki
genetik sama atau identik) pada
embrio manusia dengan tujuan
memproduksi sel-sel induk
kembali menyeruak. Meskipun
masih pro dan kontra, para ahli
mengatakan sangat memungkinkan
untuk mengkloning manusia.
Sejak 1950-an silam para
ilmuwan sudah berhasil
mengkloning puluhan spesies
hewan di dunia, termasuk katak,
tikus, kucing, domba, babi dan
sapi. Meski demikian, para
ilmuwan juga tetap menemukan
banyak hambatan dan kegagalan.
Sehingga, beberapa diantaranya
diatasi dengan trial and error.
Demikian ungkap kepala petugas
ilmiah biotek dari Advanced Cell
Technology di Amerika Serikat
(AS), Dr. Robert Lanza.
“Peneliti tidak bisa menerapkan
ilmu yang sudah mereka pelajari
dari kloning tikus atau hewan
lainnya untuk diterapkan ke
kloning manusia. Misalnya, kloning
pada binatang mengharuskan
peneliti untuk memisahkan
nukleus (inti) dari sel telur
terlebih dahulu. Ketika peneliti
melakukan ini, berarti mereka
membuang protein yang penting
untuk membantu pembagian sel-
sel,” jelas Lanza seperti disitat
dari FoxNews, Senin (20/5/2013).
Pada tikus, ini bukan masalah,
karena embrio itu sendiri yang
akhirnya mampu menciptakan
protein ini lagi. Sehingga,
percobaan dapat dilakukan
berkali-kali dengan ribuan sel
telur. Sementara pada primata,
mereka tidak mampu melakukan
ini. Para ilmuwan menduga ini
menjadi salah satu alasan
kegagalan untuk mengkloning
monyet.
Terlebih lagi, hewan kloning
seringkali memiliki berbagai
kelainan genetik yang dapat
mencegah implantasi (perekatan
embrio pada dinding rahim) atau
dapat menghentikan pertumbuhan
janin secara spontan. Selain itu
juga dapat menyebabkan hewan
mati segera setelah lahir.
“Ketidaknormalan ini umum
terjadi karena embrio kloningan
hanya memiliki satu induk atau
tunggal, yang berarti pencetakan
genetik tidak terjadi dengan
baik. Perncetakan ini berlangsung
selama perkembangan embrio
dalam rahim,” imbuh Lanza.
Tak hanya itu, masalah lain yang
diakibatkan pencetakan ini dapat
mengakibatkan plasenta tumbuh
menjadi sangat besar dan tidak
normal. Dalam suatu percobaan,
Lanza dan timnya melakukan
kloning spesies ternak berupa
banteng. Kemudian ketika
anaknya lahir, terlihat embrio
itu memiliki ukuran tubuh dua kali
lebih besar dibanding ukuran
banteng normal.
Kloning juga memiliki risiko
tingkat kematian yang tinggi.
Lanza menganggap risiko
ketidaknormalan yang umum
muncul dari kloning ini sangat
tidak etis apabila terjadi pada
manusia.
“Ini seperti mengirim bayi dalam
sebuah roket, di mana
kesempatan roket untuk meledak
atau tidak itu tipis. Sangat tidak
etis apabila prinsip ini yang
digunakan untuk mengkloning
manusia,” tegasnya.

Comments